Welcome to my POV

Stultus

amor fati.

Gadis Senja

By 07.59

Sunset... Pensacola Beach...:


Entah ini senja keberapa yang aku habiskan di pantai ini. Menunggu datangnya semburat merah di kaki langit, mengantarkan sang mentari ke peraduannya.
Mungkin orang-orang sekitar sini sudah hapal denganku. Setiap sore, tepat pukul 5, aku sudah ada di sini. Takutnya, terlambat sedikit saja senjaku akan terlewat. Manisnya rona senja dan hamparan membiru yang bagai tanpa ujung.. Ya, aku telah terpikat olehnya..
Aku selalu duduk dengan setia di atas pasir, tanpa alas apapun. Aku memang tidak butuh.  Lembut pasir pantai di kala sore selalu bisa membuatku lebih tenang. Hari ini pun. Tenang rasanya kembali ke sini. Pasir yang hangat, bau khas laut, dan warna senja.
Dulu orang-orang di sekitar pantai sering menanyaiku. Mengapa aku selalu menunggui senja di pantai ini tiap sorenya, dimana aku tinggal, siapa namaku, dan banyak lagi. “Saya cuma senang melihat senja di pantai.” Selalu begitu aku menjawab, enggan menungkap terlalu jauh. Sedikitpun aku tidak berbohong. Aku memang senang pada senja. Juga pantai. Keduanya pasangan sejati.
Ibuku yang mengenalkanku pada senja. Seminggu sebelum beliau berpulang. Tidak ada penyakit khusus. Waktu beliau memang sudah habis.
Ah, Aku masih ingat sekali. Di pantai --bukan pantai yang ini-- dalam senja beliau beristirahat. Tapi, bukan karena beliau aku suka pada senja. Beliau hanya mengenalkanku pada senja. Aku jatuh cinta pada senja, itu cerita lain. Dan tentang si Pantai, itu sungguh berbeda. Mungkin nanti akan aku ceritakan. Kalau aku berkenan. Sekarang  sudah cukup. Aku lebih senang menikmati senja dalam diam. Lalu mengulum senyumku dalam-dalam.
Aku selalu menyimpan sepotong senja dalam lembar-lembar fotoku. Kiranya nanti cuaca menghalangi, potongan itulah yang menggantinya sementara.Setiap senja berbeda. Kemarin lusa lebih merah dari kemarin. Hari ini ada campuran biru di antara rona merahnya. Cantik sekali.
Sedikit-demi sedikit aku menyesap senjaku. Desir demi desir angin, semburat demi semburat. Begitu berharga. Setelah senjaku pergi, kadang aku berbaring sejenak di atas putihnya pasir pantai. Lega. Bersyukur, satu lagi senja yang berhasil aku nikmati. Lalu aku mulai menggambar dalam khayal, meresapi senjaku tadi. Warnaya, kilauannya di atas air laut. Aromanya. Kadang aku iri pada senja. Bisa merona dengan begitu gagah, tanpa malu.
Senja itu selalu bermakna. Ia menghubungkan siang dan malam. Matahari dan bulan.
Senja itu.. “Kak, kak! Ini, ada titipan!” ah, seorang anak kecil membuyarkan lamunanku. Anak laki-laki ini, tubuhnya kecil, kulitnya gosong, rambutnya pendek acak-acakan. Mungkin usianya 12 tahun atau lebih.
Setelah menjatuhkan sebuah bungkusan ke pangkuanku, dia lari terbirit-birit. Langsung hilang. Aku bahkan belum sempat membuka mulut, terlalu terkejut. Bungkusan itu berbentuk segi empat dengan kertas pembungkus merah tua. Talinya biru. Cantik juga. Dari bentuk luarnya dan kerasnya.. Ini kanvas? Secepatnya aku menyobek bungkusannya. Hati-hati. Ternyata  memang lukisan.
Siluet seorang gadis dengan rambut hitam panjang terurai, topi jerami lebar, gaun santai, duduk di atas pasir. Latar belakangnya tentu saja, pantai dan senja. Lukisan ini seolah memotretku dari belakang. Dan, ada suratnya!

Hai, gadis senja.
Akhirnya aku berani menyapamu
Setelah sekian lama menunggu.
Lukisan ini hadiah untukmu.
Hari ke-99 kau setia pada senjamu di pantai ini.
Dan sebagai tanda perkenalan kita.
Salam kenal gadis senja.

                                     Dsri pengagum kesetiaanmu.

Ah, ternyata aku sudah melihat 99 senja di pantai ini. Dan ternyata, aku punya pengagum rahasia. Tunggu, bukan rahasia lagi. Dia kan sudah bilang. Kira-kira siapa? Aku penasaran. Kuedarkan pandangan, pantai ini sudah sepi. Tidak ada pengunjung lain selain aku. Misterius sekali.

Ps: Penasaran padaku? Anggap ini satu teka-teki, untuk diungkap di senja ke seratus. Sabarlah gadis senja.


Lucu juga. Aku tertawa kemudian beranjak, kupeluk lukisan cantik itu.





note: Ini adalah sebuah cerpen lama yang entah kenapa terhapus dari blog ini. Padahal rasanya cerpen ini adalah post pertamaku. 

You Might Also Like

2 komentar

  1. Menarik, seperti biasanya cerpen. Tapi ini, menarik yang asik. Gak semua cerpen asik.

    BalasHapus
  2. Wah keren critanya �� mana dong lanjutan nya...

    BalasHapus